BERHASIL kaburnya delapan orang napi, meski satu orang sudah berhasil diamankan, menjadi bukit dari kekhawatiran banyak pihak. Lapas akhirnya ‘meledak’. Bayangkan, sekarang di sana ada 814 tahanan, sedangkan dalam sekalI jaga hanya ada lima orang petugasnya.
Hal tersebut disampaikan Kalapas Ahmad Junaidi. “Iya dalam sekali jaga, hanya ada lima orang. Sehari ada tiga shift (giliran) jaga,” ujarnya kepada Radar Banjarmasin.
Junaidi mengungkapkan, total petugas Lapas termasuk dirinya ada 50 orang. Namun yang bertugas sebagai pengaman, hanya ada 26 orang. Ke-26 orang tersebut, secara bergiliran menjaga Lapas.
Tentu saja, tegas Junaidi hal tersebut sangat tak berimbang. Tambah pula, normalnya Lapas hanya diisi sekitar 15 orang. Namun sekarang, Lapas sudah menampung hampir seribu kali lipat dari jumlah normal. Maka tak, heran, tiap ruang tahanan, selalu ada ayunan terbuat dari kain sarung, karena tempat tidur sudah tidak cukup.
“Kalau kita di dalam, seperti ikan kering, penuh. Kalau sudah masuk semua ke dalam ruangan, wah kayaknya ndak ada lagi tempat napas,” kata seorang mantan napi kepada Radar Banjarmasin.
Parahnya, hampir 70 persen ini tahanan Lapas berasal dari Tanah Bumbu. Di Tanah Bumbu, bangunan Lapas belum selesai. Junaidi berharap Tanah Bumbu segera menyelesaikan Lapas, sehingga kuota tahanan Kotabaru yang sudah sangat over tersebut bisa berkurang.
Namun ia juga mengaku, akan menambah sarana, seperti CCTV di luar ruangan. “Jadi kalau ada napi yang mendekati pos bisa segera ketahuan,” ujarnya. Mengenai sarana radio komunikasi yang hanya ada dua buah, ia menegaskan akan meminta tambahan juga mengenai sarana tersebut.
Di lain pihak, salah satu tokoh masyarakat Kotabaru, Ustadz Muhammad Saripuddin saat dimintai komentarnya, masih berucap sama seperti waktu lalu. Tegasnya, kondisi Lapas Kotabaru adalah salah bentu pelanggaran HAM negara kepada warganya. “Bagaimana bisa orang Lapas akan keluar dengan lebih baik dengan kondisi seperti itu. Saya pernah masuk ke dalam Lapas. Membayangkan bagaimana mereka hidup di sana, saya sudah merinding,” akunya.
Ia berharap, pemerintah baik pusat atau daerah benar-benar memperhatikan hal tersebut. “Lapas itu kan singkatan dari Lembaga Pemasyarakatan. Tapi kalau sudah begitu kondisinya, apa masih pantas disebut pemasyarakatan,” tanyanya. (zal/yn/bin)
Hal tersebut disampaikan Kalapas Ahmad Junaidi. “Iya dalam sekali jaga, hanya ada lima orang. Sehari ada tiga shift (giliran) jaga,” ujarnya kepada Radar Banjarmasin.
Junaidi mengungkapkan, total petugas Lapas termasuk dirinya ada 50 orang. Namun yang bertugas sebagai pengaman, hanya ada 26 orang. Ke-26 orang tersebut, secara bergiliran menjaga Lapas.
Tentu saja, tegas Junaidi hal tersebut sangat tak berimbang. Tambah pula, normalnya Lapas hanya diisi sekitar 15 orang. Namun sekarang, Lapas sudah menampung hampir seribu kali lipat dari jumlah normal. Maka tak, heran, tiap ruang tahanan, selalu ada ayunan terbuat dari kain sarung, karena tempat tidur sudah tidak cukup.
“Kalau kita di dalam, seperti ikan kering, penuh. Kalau sudah masuk semua ke dalam ruangan, wah kayaknya ndak ada lagi tempat napas,” kata seorang mantan napi kepada Radar Banjarmasin.
Parahnya, hampir 70 persen ini tahanan Lapas berasal dari Tanah Bumbu. Di Tanah Bumbu, bangunan Lapas belum selesai. Junaidi berharap Tanah Bumbu segera menyelesaikan Lapas, sehingga kuota tahanan Kotabaru yang sudah sangat over tersebut bisa berkurang.
Namun ia juga mengaku, akan menambah sarana, seperti CCTV di luar ruangan. “Jadi kalau ada napi yang mendekati pos bisa segera ketahuan,” ujarnya. Mengenai sarana radio komunikasi yang hanya ada dua buah, ia menegaskan akan meminta tambahan juga mengenai sarana tersebut.
Di lain pihak, salah satu tokoh masyarakat Kotabaru, Ustadz Muhammad Saripuddin saat dimintai komentarnya, masih berucap sama seperti waktu lalu. Tegasnya, kondisi Lapas Kotabaru adalah salah bentu pelanggaran HAM negara kepada warganya. “Bagaimana bisa orang Lapas akan keluar dengan lebih baik dengan kondisi seperti itu. Saya pernah masuk ke dalam Lapas. Membayangkan bagaimana mereka hidup di sana, saya sudah merinding,” akunya.
Ia berharap, pemerintah baik pusat atau daerah benar-benar memperhatikan hal tersebut. “Lapas itu kan singkatan dari Lembaga Pemasyarakatan. Tapi kalau sudah begitu kondisinya, apa masih pantas disebut pemasyarakatan,” tanyanya. (zal/yn/bin)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan TInggalkan Komentar Anda